RPM tentang konten media berbahaya bagi jurnalisme Indonesia?
Sunday, February 21, 2010
Isu mengejutkan kembali menimpa jagat multimedia, setelah munculnya beberapa kasus penuntutan karena aktivitas pribadi di dunia maya, seperti penulisan email, update status controversial di FB atau twitter, kini MENKOMINFO hadir memberikan suatu solusi dengan adanya RPM (Rancangan Peraturan Mentri) tentang konten Media.
RPM ini sebenarnya bertujuan melindungi masyarakat dari konten pornografi maupun tulisan yang berisi fitnah kepada orang lain. Akan tetapi, dalam beberapa hal RPM ini menentang adanya kebebasan dalam menulis. Beberapa hari yang lalu, di salah satu TV swasta Indonesia MENKOMINFO berdialog dengan dua orang pakar multimedia dan salah satunya membahas tentang bagaimana keadaan jurnalisme Indonesia jika RPM ini terwujud.
Dari pembicaraan itu saya menyoroti seorang pakar multimedia dengan pernyataanya bahwa RPM tentang konten multimedia akan membatasi dan menghambat kebebasan pers karena adanya sensor ataupun penyaringan konten media. Seorang narasumber yang lain mengatakan bahwa salah satu pasal RPM yang intinya berisi masyarakat pers dilarang menyebarkan ‘berita bohong’. Sementara, disitu tidak dijelaskan mengenai batasan/definisi dari ‘berita bohong’ itu sendiri.
Meskipun demikian, MENKOMINFO, Tifatul Sembiring sendiri menanggapi bahwa seandainya dalam RPM itu terdapat hal-hal yang dapat menghambat kebebasan pers, maka dapat dicoret. Menurutnya, RPM itu masih sebuah rencana yang masih bisa berubah. Beliau juga menceritakan bahwa sebelumnya beliau juga pernah berprofesi sebagai jurnalis di suatu media dan ikut memperjuangkan kebebasan pers pada era orde baru.
Apapun hasilnya, patut kita tunggu perkembangan dari RPM ini. Selayaknya, MENKOMINFO menepati janjinya dengan tidak membuat peraturan yang tidak memupus kreatifitas dan ke-kritisan media dalam berkarya.
RPM ini sebenarnya bertujuan melindungi masyarakat dari konten pornografi maupun tulisan yang berisi fitnah kepada orang lain. Akan tetapi, dalam beberapa hal RPM ini menentang adanya kebebasan dalam menulis. Beberapa hari yang lalu, di salah satu TV swasta Indonesia MENKOMINFO berdialog dengan dua orang pakar multimedia dan salah satunya membahas tentang bagaimana keadaan jurnalisme Indonesia jika RPM ini terwujud.
Dari pembicaraan itu saya menyoroti seorang pakar multimedia dengan pernyataanya bahwa RPM tentang konten multimedia akan membatasi dan menghambat kebebasan pers karena adanya sensor ataupun penyaringan konten media. Seorang narasumber yang lain mengatakan bahwa salah satu pasal RPM yang intinya berisi masyarakat pers dilarang menyebarkan ‘berita bohong’. Sementara, disitu tidak dijelaskan mengenai batasan/definisi dari ‘berita bohong’ itu sendiri.
Meskipun demikian, MENKOMINFO, Tifatul Sembiring sendiri menanggapi bahwa seandainya dalam RPM itu terdapat hal-hal yang dapat menghambat kebebasan pers, maka dapat dicoret. Menurutnya, RPM itu masih sebuah rencana yang masih bisa berubah. Beliau juga menceritakan bahwa sebelumnya beliau juga pernah berprofesi sebagai jurnalis di suatu media dan ikut memperjuangkan kebebasan pers pada era orde baru.
Apapun hasilnya, patut kita tunggu perkembangan dari RPM ini. Selayaknya, MENKOMINFO menepati janjinya dengan tidak membuat peraturan yang tidak memupus kreatifitas dan ke-kritisan media dalam berkarya.
Baca Artikel Menarik Lainnya
Bisnis Online
0 comments:
Bagaimana Pendapat Kamu?
Tulis Komentar Kamu disini dengan sopan dan bukan spam tentunya. Kamu bisa Log in ke akun kamu untuk berkomentar, atau Kamu bisa berkomentar sebagai tamu dengan mengisi Nama dan URL atau boleh juga tanpa Identitas (anonymous).
Thanks for visiting my blog :)